I serve nuffnang ads

GilaPing

Monday, November 9, 2009

HADIST MAHDI DAN ISA



Al-Quran tidaklah memberikan tuntunan yang tegas tentang
akan turunnya Mahdi dan Isa di akhir jaman. Padahal tiga
orang yang mengaku dirinya Nabi atau Rasul di zaman ini
(Mirza Ghulam Ahmad, Miza Ahli Muhammad dan Bahaullah),
belum dapat menegakkan pendakwaan itu, kalau tidak berdasar
kepada hadis-hadis tentang turunnya Mahdi dan Isa itu.

Seratus tahun sesudah Nabi Muhammad wafat, barulah orang
mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan hadis. Yang lebih
dahulu dikumpulkan hanyalah Quran. Jadi dalam masa 100
tahun adalah masa "kosong" yang merupakan kesempatan untuk
membuat hadis bagi golongan-golongan yang bertentangan.
Terutama kaum Syiah. Payahlah ulama hadis menjaring hadis
mana yang masyhur, mana yang shahih, mana yang dhaif dan
mana yang maudhu. Pertentangan-pertentangan yang sangat hebat
di waktu itu di antara beberapa firkah yang timbul kerana
politik, menimbulkan golongan-golongan yang sampai hati
membuat hadis-hadis palsu, sehingga payah menjaringnya
setelah ilmu hadis muncul sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Ibnu Khuldun didalam "Muqaddamah" tarikhnya mengkaji
satu-persatu hadis Mahdi itu dan menyelidiki sanad serta
matannya sedalam-dalamnya, sehingga kemudian diambil
kesimpulan bahwasanya sebagian besar dari hadis ini tidak
dapat diterima. Oleh sebab itu maka kaum Ahli Sunnah
tidaklah menjadikan hadis-hadis Mahdi atau nuzul Isa itu
menjadi pokok kepercayaan prinsipiil.

Ulama tafsir pun berbincang hebat tentang turunnya Nabi Isa.
Lebih-lebih telah tersebut pula dalam satu hadis, bahwa
"Mahdi itu tidak lain adalah Isa." Mereka perbincangkan
apakah Isa itu masih hidup, lalu diangkat Tuhan kelangit,
ataukah dia telah meninggal dunia sebagaimana kebanyakan
manusia. Tuhan bersabda tentang Nabi Isa:

"Sesungguhnya Aku mewafatkan engkau
dan mengangkatkan engkau kepadaKu."

Orang yang memegang kepercayaan bahwa Nabi Isa belum mati,
dan hanya menguatkan bahwa Nabi Isa diangkat ke langit
dengan tubuhnya, terpaksa mesti mencari arti yang lain dari
kata "wafat" itu. Tetapi yang berpendapat bahwa Nabi Isa
mati, langsung saja mengertikan ayat itu menurut zahir
bunyinya. Mula-mula beliau wafat, setelah itu beliau
diangkat ke hadirat Tuhan, sebagaimana setiap insan yang
mulia. Sebab itu ke-angkat-an itu tidak mesti ke langit,
melainkan ke hadirat Tuhan.

Baik orang Bahai dan orang Ahmadi memegang tafsir yang
menyatakan bahwa Nabi Isa telah wafat, telah mati. Dan
kemudian dari hal itu, merekapun menguatkan bahwa Nabi Isa
akan datang kembali. Yang datang itu bukan Isa Israili yang
dahulu, karena dia telah jelas meninggal. Yang ditunggu
kedatangannya sebagaimana tersebut dalam hadis adalah orang
lain yang membawa sifat-sifat Isa. Kata orang Bahai orang
itu adalah Bahaullah. Kata orang Ahmadi, orang itu adalah
Mirza Ghulam Ahmad.

Sebenarnya kepercayaan tentang akan datangnya Mahdi diakhir
zaman, atau Nabi Isa akan datang kembali, atau Messiah
menurut kepercayaan Yahudi, atau Buddha Gautama bagi orang
beragama Buddha, mendalam juga dalam kalangan kaum Syiah
yang selalu menunggu-nunggu kembalinya Imam mereka yang
ghaib. Ismailliyah menunggu Ismail. Istna Asyriyah menunggu
Muhammad bin Hasan Al-Askary, Imam Syiah ke-12. Kisaniyah
menunggu datangnya kembali Muhammad bin Ali Hanafiyah.
Semuanya itu sekarang tengah ghaib dan akan datang kembali!

Kepercayaan seperti inipun mendalam pula pada setengah
penganut tasawuf, yang mempercayai bahwa alam diatur oleh
wali-wali Allah yang bernama "Watad," dan "Badal," dan
"Quthub." "Quthub" itu adalah ghaib pula. Di Indonesia
kepercayaan ini sangat mendalam dalam filsafat kejawen yang
menunggu kedatangan Ratu Adil.

Mirza Ghulam Ahmad menyatakan bahwa dialah yang
ditunggu-tunggu itu. Dialah Isa Al-Masih yang dijanjikan,
dia pula Mahdi yang ditunggu-tunggu. Dan karena ada pula
sebuah hadis menyatakan bahwa setiap 100 tahun akan datang
seorang mujaddid (pembaharu keagamaan), maka dia pulalah
mujaddid itu. Pendeknya segala yang ditunggu-tunggu itu,
tidak ada orang lain, melainkan dirinya sendirilah.

Oleh karena dialah Al-Masih, tentu dialah nabi.
Kadang-kadang Mirza Ghulam Ahmad menyatakan bahwa dia
bukanlah membawa syariat baru. Dia dengan Nabi Muhammad saw
adalah bagaikan Harun terhadap Musa belaka. Penguat syariat
Muhammad, bukan pengubahnya. Tetapi satu hal dia menyatakan
memang berubah yaitu jihad. Jihad tidaklah dengan senjata,
cukup dengan mengemukakan alasan-alasan belaka. Adapun
Bahaullah menyatakan dirinya terang-terang nabi lain sesudah
Muhammad. Dengan kedatangannya habislah tugas agama Al-Bab
dengan kitabnya Al-Bayan. Dan dengan kedatangan Al-Bab
dahulu, habis pulalah tugas syariat Muhammad.


by shareeb

No comments:

Post a Comment